Minggu, 29 Januari 2017

Belajar Mengklarifikasi suatu Masalah

Bismillaah….

Hari ini saya dan suami membuat family forum yang durasi waktunya cukup lama dibandingkan kemarin yang hanya beberapa menit, hehe. Alhamdulillah Khaira tidur dengan nyenyak jadi ambu-abahnya bisa berdiskusi barang sejenak :)

Diskusi dimulai setelah Khaira selesai menyusu, jam 20.50 dan selesai jam 21.28. Lumayan, selama 30 menit ini kami bisa mendiskusikan beberapa hal. Diskusi kali ini fokus pada tantangan pengasuhan anak.

Sebetulnya, tema diskusi kali ini dimulai ketika saya menemukan 2 hal menarik dari halaman Facebook. Hal tersebut yaitu tulisan Teh Kiki Barkiah tentang kurikulum anak usia 3-4 tahun dan lagu-lagu anak menarik dari fanpage Preschool Inspiration. Setelah saya cek dan baca, saya lalu memperlihatkan kedua hal tersebut kepada suami saya. Maka bergulirlah diskusi kami malam ini.

Pertama saya meminta suami saya untuk membaca tulisan Teh Kiki Barkiah. Setelah selesai membaca, suami agak menyindir saya.
“Ah, Ambu mah plin plan. Bikin rencana kegiatan buat anak-anak teh nggak jadi-jadi aja (tidak direalisasikan maksudnya).”
Uhuk, agak menohok juga nih ^_^
Saya menimpali, “Habis ambu masih bingung Bah, masih cari-cari kegiatan yang pas buat anak-anak.”
Suami saya terdiam. Saya lalu bertanya, “ Jadi menurut Abah ambu harus gimana?” Lalu suami saya memberikan saran, “Ya bikin lesson plan juga nggak apa-apa da kegiatannya juga masih main-main. Kegiatannya bisa ambil dari sini juga (kurikulumnya Teh Kiki Barkiah). Disesuaikan aja sama kondisi.” Sampai disini, kami sepakat untuk menjalankan rencana kami yang tertunda yaitu membuat lesson plan sebagai bahan acuan berkegiatan bersama anak-anak.

Senangnya malam ini kami bisa bersepakat akan suatu hal. Biasanya, jika ada ‘sindiran’ saya akan langsung diam dan tidak melanjutkan pembicaraan. Tapi kali ini saya belajar untuk mengklarifikasi, menanyakan kepada suami bagaimana pendapatnya tentang sesuatu. Dan efeknya ternyata luar biasa, diskusi berjalan lancar hingga ditemukan satu kesimpulan.

Diskusi ditutup dengan mengunduh lagu anak-anak yang saya temukan di Preschool Inspiration. Lagu-lagunya bagus dan di dalamnya dicontohkan gerakan-gerakan yang bisa ditiru oleh anak-anak, sebagai latihan motorik. Sebenarnya ingin mencari yang berbahasa Indonesia (lagu-lagu ini berbahasa Inggris) tapi sayang belum tahu link nya. Tapi tidak apa-apa, lumayan untuk amunisi bekal bermain dengan anak-anak. Wish they can enjoy it and we’ll have fun together :)

Alhamdulillaah….

#hari5
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip

Sabtu, 28 Januari 2017

Pelajaran untuk Ambu

Bismillaah….

Kemarin, kesabaran saya diuji. Saat sedang berjalan-jalan pagi dengan anak-anak, saya tidak bisa menahan diri saya untuk mengomel ketika Hasna berkali-kali jatuh saat sedang berjalan. Biasanya hal ini tidak pernah terjadi, entah ada apa dengan Hasna kemarin.

Karena hal ini langka terjadi, spontan saya langsung mengaitkannya dengan malasnya Hasna sarapan pagi itu. Hasna memang agak susah sarapan kala itu. Karena rasa kesal yang sebenarnya dipicu dari sebelum jalan-jalan, ditambah kejadian ‘jatuh bangun’ Hasna, acara jalan pagi yang biasanya menyenangkan berubah menjadi kaku.

Sepanjang jalan, saya tidak bisa menahan diri untuk tidak mengomel, “Tuh kan, kalau maemnya susah jadi nggak ada tenaganya. Jadi sering jatuh deh.” Lalu saya mulai mengungkit lagi masalah- masalah yang lalu, seperti susahnya Hasna untuk sarapan atau sarapan sendiri tanpa disuapi. Hasna hanya diam saja mendengarkan omelan saya.

Sesampainya di rumah, karena Si Adik mengantuk dan ingin menyusu, maka sambil menyusui saya merenungkan apa yang sudah saya perbuat. Saya merasa menyesal karena tidak mempraktekkan komunikasi produktif. Saya berbicara kepada Hasna ketika sedang emosi. Kalau dipikir-pikir, bisa saja Hasna jatuh karena jalan yang licin atau karena dia mengantuk. Duh, saya sudah menjudge yang macam-macam :(

Selain itu, saya juga tidak fokus ke masa depan, masih ke masa lalu. Saya mengungkit-ngungkit kekurangannya di masa lalu. Saya juga tidak menyampaikan apa yang saya harapkan. Bukannya memberikan solusi saya malah terus berputar-putar pada masalah.

Hari ini saya mengajak Hasna mengobrol tentang kejadian kemarin. Saya bertanya kenapa Hasna sering terjatuh ketika berjalan. Dia menjawab, karena lemas. Respon saya, “Mungkin lain kali Hasna sebaiknya sarapan yang benar, nggak susah kalau disuruh maem, insyaAllah nanti kita punya tenaga yang cukup jadi nggak gampang jatuh. Hasna mau kan, lain kali kalau disuruh sarapan nggak susah?” Hasna menjawab, “Iya Mbu.”

Aah, masalah makan ini memang masalah klasik bagi sebagian besar orangtua. Bagi saya ini sangat menguras energi karena anak saya termasuk anak yang badannya mungil jadi sekalinya susah makan, tanduk emaknya langsung keluar, heuheuheu. Semoga lain kali saya bisa lebih sabar lagi, aamiin.

Pelajaran yang bisa saya ambil dari kejadian ini adalah:
  • ketika emosi masih tinggi, sebaiknya saya tidak langsung menegur atau berbicara tentang kesalahan yang anak buat. Beri jeda waktu selama beberapa menit sehingga emosi mereda dan nalar kembali bekerja.
  • Fokus pada masa depan bukan masa lalu, dengan cara tidak mengungkit-ungkit kesalahan anak yang telah lalu dan memberikan solusi atas masalah yang terjadi.

Astaghfirullah… betapa banyak kaidah komunikasi produktif yang sudah saya langgar. Tapi menyesal pun sudah tak berarti, saya harus berusaha memperbaiki sikap saya di lain waktu sehingga hal ini tidak terulang lagi. Semoga Allah memberikan kekuatan agar saya dapat konsisten memperbaiki diri.

Forum komunikasi dengan suami kami lakukan setelah anak-anak tidur dan kami selesai makan malam. Obrolan saya buka dengan menceritakan perihal Si Sulung. Tentang bagaimana dia sekarang sering ‘menggemaskan’ (membuat gemas atau memancing emosi saya,hehe) dan menjadikan hari-hari kami penuh tantangan :) Suami saya kemudian hendak mengambil sebuah buku parenting dan mengatakan bahwa hal itu ada dalam buku tersebut. Belum sampai saya membaca buku yang ditunjukkan oleh suami saya, Si Adik terbangun dan ingin menyusu. Jika sudah begini, biasanya dia akan menyusu sampai lama sampai saya tertidur. Apa daya, diskusi kami harus ditunda dulu karena malam pun semakin larut, khawatir tidak kondusif. Semoga besok bisa dapat waktu yang tepat untuk menyelesaikan diskusi kami.

Alhamdulillaah….


#hari4
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip

Jumat, 27 Januari 2017

Komunikasi dengan Si Adik

Bismillaah….

Jika di hari pertama dan kedua saya lebih banyak berkomunikasi produktif dengan anak sulung saya, Hasna, kemarin saya mencoba untuk berkomunikasi produktif dengan anak kedua saya, Khaira. Khaira berumur 1 tahun 5 bulan. Dari segi kosakata, dia baru bisa melafalkan beberapa kata dan diantaranya ada yang belum jelas. Khaira dapat memanggil ‘Ambu’ dan ‘Abah’ dengan jelas, begitu juga dengan kata ‘Mbah’. Untuk menyebut ‘Mbak Hasna’ dia belum bisa, baru ‘Ena’ yang keluar dari mulutnya ketika memanggil kakaknya.
Kata-kata lain seperti ‘mam’, ‘minum’, sudah cukup jelas diucapkan. Kata jatuh, sepatu dan mau masih berupa penggalan kata seperti ‘tuh’ untuk jatuh, ‘tu’ untuk sepatu dan ‘au’ untuk mau.

Walaupun masih belum jelas berbicara, Khaira akan menunjuk sesuatu yang diinginkannya jika saya dan anggota keluarga yang lain tidak memahami apa yang dia minta.

Baru-baru ini, Khaira sangat senang mengambil pakaian kakaknya,terutama celana, untuk kemudian dia coba pakai sendiri. Ini mungkin disebabkan karena pakaian-pakaian kakaknya baru beberapa minggu ini dipindah ke lemari yang lebih rendah agar Hasna bisa belajar mengambil baju sendiri dan posisi ini bisa dijangkau oleh Khaira.

Nah, kemarin siang sekitar jam 14.30 an, Khaira saya lihat sedang asyik bermain dengan (maaf) celana dalam kakaknya. Ada 2 celana dalam yang dia ambil dan berusaha dia pakai sendiri. Ketika melihat hal tersebut, saya hampiri dia sambil tersenyum. Lalu saya berkata, “Adek kok ambil celana dalam Mbak?” Khaira hanya diam sambil memandang saya. Lalu saya lanjutkan berdialog dengannya, “Nanti celananya bisa kotor lho Dek, kalo dipakai mainan. Tolong disimpan ya, ke dalam lemari”, ujar saya sambil melipat celana tersebut lalu menunjuk ke arah lemari.

Ternyata, Khaira paham apa yang saya maksud. Dia lalu mengambil celana dari tangan saya dan menuju lemari untuk kemudian menyimpannya. Alhamdulillah… senangnya saya :D Ternyata Khaira sudah dapat memahami instruksi sederhana yang diberikan secara perlahan, dengan muka menghadap ke arahnya agar dia dapat melihat mulut saya saat bicara, dan eye contact yang terjaga. Selain itu, penggunaan isyarat dengan tangan atau anggota tubuh lain dapat sangat membantu. 


Praktek komunikasi produktif saya dengan suami kami lakukan semalam. Setelah anak-anak tidur, sekitar pukul 21.00, kami mulai berbincang-bincang. Awalnya saya ingin membicarakan tentang beberapa hal tetapi ternyata suami saya memiliki topiknya sendiri. Akhirnya saya mengikuti keinginannya. Saya berusaha menahan diri untuk tidak membicarakan dulu masalah yang ingin saya bahas karena saya lihat waktunya pun kurang tepat. Suami saya sedang memegang laptopnya dan mengerjakan sesuatu. Daripada tidak fokus, mungkin sebaiknya saya mencari waktu lain yang lebih tepat. Lagipula apa yang ingin saya bicarakan tidak urgent. Semoga lain kali bisa dapat waktu yang pas untuk berdiskusi :)

Alhamdulillah….

#hari3
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip

Kamis, 26 Januari 2017

Hasna dan Cerita tentang Keberanian


Bismillah….

Di hari kedua tantangan 10 hari komunikasi produktif ini, saya memakai salah satu ‘jurus’ saya dalam mengkomunikasikan sesuatu kepada anak saya, yaitu bercerita. Ya, bercerita (read aloud) adalah salah satu metode andalan saya ketika saya ingin menyampaikan pesan yang lumayan ‘berat’ kepada anak saya, hehehe.

Jadi ceritanya, 2 hari yang lalu saya, anak-anak dan ibu saya berkunjung ke rumah tetangga. Tetangga saya ini mempunyai seorang cucu laki-laki, berusia hampir 5 tahun, yang suka iseng. Anak saya, Hasna, kadang terkena keisengannya.

Pada waktu kami berkunjung, keisengan anak itu sedang kambuh. Ketika semua orang dewasa sedang  lengah, anak itu mendekati Hasna dan tiba-tiba memukul kepalanya. Selang beberapa saat kemudian dia juga memukul punggung Hasna. Sebagai tamu, saya dan ibu saya tidak bisa berbuat apa-apa, walaupun gemas sekali. Kami hanya bisa menenangkan Hasna dan menjaganya agar tidak kena pukul lagi. Saya minta dia memaafkan temannya itu.

Sesampainya di rumah, karena tetiba saya sibuk mengurus keperluan sore hari Hasna dan adiknya, masalah ini lupa saya bicarakan dengan Hasna. Sampai kemarin, saya baru ingat bahwa ada masalah yang belum dibicarakan berdua.

Pukul 11.00 siang kemarin, saya menemukan waktu yang tepat untuk mendiskusikan masalah ini dengan Hasna. Setelah anak-anak selesai makan cemilan dan perutnya kenyang, saya menawarkan untuk membaca cerita dari sebuah buku untuk mereka. Hasna menerima usulan saya dengan antusias, sedangkan adiknya, Khaira (1y5m) baru bisa ikut-ikutan senang saja, hehehe. Tapi Hasna ingin nambah cemilan,jadi saya izinkan dia untuk mendengarkan sambil makan.

Buku yang saya bacakan berjudul Akhlakku Akhlak Al-Quran yang disusun oleh Syarifah Levi dan diterbitkan oleh Maghfirah Pustaka. Buku ini berisi beberapa cerita di dalamnya dan salah satu ceritanya ada yang berjudul ‘Berani’. Aah inilah yang saya perlukan untuk memberi pemahaman kepada Hasna terhadap masalah yang kami hadapi 2 hari yang lalu, pikir saya.

Pertama saya minta anak-anak untuk duduk melingkar lalu saya simpan bukunya di lantai agar anak-anak bisa melihatnya juga dengan jelas. Adek yang masih belum mengerti, ikut mendengarkan cerita walaupun sambil berdiri dan bermain.

Lalu saya mulai membacakan cerita dalam buku tersebut. Secara singkat, buku tersebut bercerita bahwa “Allah sayang kepada anak-anak yang kuat dan berani. Apalagi kepada anak-anak yang berani membela kebenaran dan agama Allah”. Selain itu, ada juga cerita tentang Umair yang ikut berperang bersama Rasulullah walaupun masih kanak-kanak.

Setelah selesai bercerita, saya berdiskusi dengan Hasna:
Saya (S) : Nah, ternyata anak yang pemberani itu disayang Allah lho Mbak (panggilan Hasna)
Hasna (H) : Hasna juga berani, Mbu.
S : Iya, Hasna anak yang berani. Tapi Hasna inget waktu di rumah Nenek Ipin, apa yang terjadi?
H : Inget Mbu, Hasna dipukul Aa.
S : Bagian mana yang dipukul?
H : Kepala sama sini (menunjuk punggung).  
S : Gimana rasanya dipukul?
H : Sakit Mbu.
S : Jadi boleh nggak pukul orang lain tanpa alasan?
H : Nggak boleh Mbu, soalnya sakit.
S : Iya. Nah, waktu itu gimana perasaan Mbak?
H : Takut.
S : Iya, takut ya. Lain kali Mbak sebaiknya gimana kalau dinakalin temen lagi?
H : Hasna harus berani.
S : Iya, caranya gimana?
H : (Diam)
S : Kalau Hasna dipukul, sekali, Hasna bisa bilang kalo Hasna nggak suka dipukul. Dipukul lagi yang kedua kali, Hasna bisa bilang jangan pukul! Hasna nggak suka dipukul! Kalo masih dipukul untuk yang ketiga kali, kalo Hasna berani, Hasna bisa lawan, kalo nggak berani Hasna bisa bilang ke Ambu. Hasna ngerti?
H : Iya Mbu.

Beginilah situasi saat saya berdialog dengan Hasna. Saya lebih banyak memancing dengan pertanyaan dan memberikan waktu kepada Hasna untuk menjawabnya. Kontak mata selama dialog selalu saya jaga, untuk memastikan agar fokusnya tetap terjaga selama berdialog. Maka durasi waktu yang kami gunakan biasanya tidak lama, paling lama sekitar 4 menit. Karena berdasarkan teori, masa fokus anak itu hanya 1 menit dikali usianya. Jadi untuk Hasna, masa dia bisa fokus, anteng dan duduk manis hanya sekitar 3 menit.

Malamnya, sebelum bersiap tidur, saat Hasna sedang bermanja-manja dengan abahnya, saya ceritakan ke abahnya kalau Hasna pernah dipukul temannya. Abahnya bertanya ke Hasna apakah rasanya sakit, lalu Hasna jawab ya. Obrolan tidak berlanjut karena Hasna keburu ngantuk dan agak rewel. Obrolan saya, abah dan Hasna masih menggantung. Hmm, sepertinya kami perlu mencari waktu lain yang lebih nyaman bagi kami agar apa yang ingin kami sampaikan kepada satu sama lain bisa tuntas.


Dari pengalaman dialog kami, saya harap Hasna bisa belajar dari apa yang dia alami dan apa yang sebaiknya dia lakukan jika hal itu terulang lagi. Saya ingin dia tumbuh menjadi anak yang penuh rasa cinta kasih tapi juga mampu menjadi berani ketika ada orang yang mengganggunya. Semoga kelak dia tumbuh menjadi anak shalehah yang berakhlak baik, aamiin.

Alhamdulillah….

#hari2
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip

Rabu, 25 Januari 2017

Hasna dan Teriakannya

Bismillah….

Setelah kurang lebih satu bulan kami, para pembelajar di perkuliahan Matrikulasi Ibu Profesional batch #2, beristirahat sejenak setelah kelulusan, alhamdulillah perkuliahan kembali dimulai di kelas baru, kelas Bunda Sayang.

Hari senin yang lalu (tanggal 23 Januari 2017) merupakan hari pertama kuliah dengan materi Komunikasi Produktif. Dan hari Selasa kemarin, tugas perkuliahan yang dinamakan tantangan 10 hari, sudah mulai terbit. Dinamakan tantangan 10 hari karena kami diminta mempraktekkan apa yang sudah kami pelajari dengan konsisten selama 10 hari.

Pada hari pertama tugas diberikan, saya sudah mulai mendapat ‘kasus’ untuk mempraktekkan materi Komunikasi Produktif, hehehe. Ini berhubungan dengan anak sulung saya, Hasna (3y5m).

Jam 09.30 saya sedang wudhu untuk melaksanakan shalat Dhuha. Hasna memanggil-manggil saya karena ingin konfirmasi. Dia ingin minum susu dulu baru makan pisang. Sebelumnya dia bilang ingin makan pisang sambil minum susu. Karena saya tidak segera menyahut, panggilannya berubah menjadi teriakan (padahal adiknya baru saja tidur,haduuh). Rasa kesal mulai muncul, tapi saya tahan, tidak ingin membuat keributan di pagi hari, hihihi. Selesai wudhu saya hampiri Hasna dan bertanya ada apa. Dia bilang mau minum susu dulu baru makan pisang. Saya mengiyakan.

Lalu saya mulai shalat Dhuha. Setelah selesai, saya bermaksud ingin mengajak ngobrol Hasna tentang kejadian sebelumnya. Eee ternyata anaknya sedang anteng nonton kartun kesayangannya.


Begini ni penampakan anak saya kalau sedang menonton kartun. Asyik, fokus dan susah diganggu 😆
Akhirnya saya mengurungkan niat saya untuk mengobrol. Karena berdasarkan pengalaman, hal itu tidak akan berhasil. Yang ada saya malah akan kesal dan terpancing emosi karena yang diajak ngobrol cuek bebek, huhuhu.

Kesempatan datang jam 11.00, saat Hasna mulai mengantuk dan ingin tidur. Di kasur, saat kami bersiap-siap tidur, saya buka obrolan dulu sambil menatap mata anak saya.
Saya (S) : Hasna, tadi waktu ambu sedang wudhu, Hasna panggil-panggil Ambu ya?
Hasna (H) : Iya.
S: Kenapa manggilnya sambil teriak?
H: Soalnya mau bilang ke Ambu, Hasna mau minum susu dulu baru makan pisang.
S: Oo gitu…. Terus kenapa teriak? Karena ambu nggak cepat nyahut ya?
H: Iyaa.
S: Oo ambu minta maaf ya, tadi ambu lagi wudhu, jadi nggak bisa cepat nyahut. Lain kali, kalau ambu sedang wudhu dan Hasna perlu sesuatu, tolong tunggu sebentar sampai ambu selesai ya.
H: Iya.

Ini sepenggal cerita saya kemarin. Alhamdulillah ‘kasus’ yang satu ini sudah clear :) Sebelum membaca dan belajar tentang Komunikasi Produktif, saya suka tidak sabaran kalau menemukan suatu ‘kasus’ dari anak saya. Inginnya langsung diobrolkan dan diselesaikan saat itu juga, tanpa melihat kondisi anak saya maupun situasi saat itu.

Tapi sekarang, sedikit-sedikit saya berusaha merubah sikap saya. Saya akan melihat dulu kondisi anak saya, apakah sedang dalam kondisi good or bad mood. Saya juga akan melihat dulu situasi sekitar, apakah mendukung atau tidak. Dan ada satu hal yang saya pelajari, bahwa eye contact itu sangat penting, disamping pesan, gesture dan intonasi suara. Hal-hal tersebut membuat anak lebih fokus kepada kita dan mencerna apa yang kita sampaikan.

Semoga hari esok bisa lebih baik lagi dari hari ini. Aamiin.

Alhamdulillah….

#hari1
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip