Sabtu, 28 Januari 2017

Pelajaran untuk Ambu

Bismillaah….

Kemarin, kesabaran saya diuji. Saat sedang berjalan-jalan pagi dengan anak-anak, saya tidak bisa menahan diri saya untuk mengomel ketika Hasna berkali-kali jatuh saat sedang berjalan. Biasanya hal ini tidak pernah terjadi, entah ada apa dengan Hasna kemarin.

Karena hal ini langka terjadi, spontan saya langsung mengaitkannya dengan malasnya Hasna sarapan pagi itu. Hasna memang agak susah sarapan kala itu. Karena rasa kesal yang sebenarnya dipicu dari sebelum jalan-jalan, ditambah kejadian ‘jatuh bangun’ Hasna, acara jalan pagi yang biasanya menyenangkan berubah menjadi kaku.

Sepanjang jalan, saya tidak bisa menahan diri untuk tidak mengomel, “Tuh kan, kalau maemnya susah jadi nggak ada tenaganya. Jadi sering jatuh deh.” Lalu saya mulai mengungkit lagi masalah- masalah yang lalu, seperti susahnya Hasna untuk sarapan atau sarapan sendiri tanpa disuapi. Hasna hanya diam saja mendengarkan omelan saya.

Sesampainya di rumah, karena Si Adik mengantuk dan ingin menyusu, maka sambil menyusui saya merenungkan apa yang sudah saya perbuat. Saya merasa menyesal karena tidak mempraktekkan komunikasi produktif. Saya berbicara kepada Hasna ketika sedang emosi. Kalau dipikir-pikir, bisa saja Hasna jatuh karena jalan yang licin atau karena dia mengantuk. Duh, saya sudah menjudge yang macam-macam :(

Selain itu, saya juga tidak fokus ke masa depan, masih ke masa lalu. Saya mengungkit-ngungkit kekurangannya di masa lalu. Saya juga tidak menyampaikan apa yang saya harapkan. Bukannya memberikan solusi saya malah terus berputar-putar pada masalah.

Hari ini saya mengajak Hasna mengobrol tentang kejadian kemarin. Saya bertanya kenapa Hasna sering terjatuh ketika berjalan. Dia menjawab, karena lemas. Respon saya, “Mungkin lain kali Hasna sebaiknya sarapan yang benar, nggak susah kalau disuruh maem, insyaAllah nanti kita punya tenaga yang cukup jadi nggak gampang jatuh. Hasna mau kan, lain kali kalau disuruh sarapan nggak susah?” Hasna menjawab, “Iya Mbu.”

Aah, masalah makan ini memang masalah klasik bagi sebagian besar orangtua. Bagi saya ini sangat menguras energi karena anak saya termasuk anak yang badannya mungil jadi sekalinya susah makan, tanduk emaknya langsung keluar, heuheuheu. Semoga lain kali saya bisa lebih sabar lagi, aamiin.

Pelajaran yang bisa saya ambil dari kejadian ini adalah:
  • ketika emosi masih tinggi, sebaiknya saya tidak langsung menegur atau berbicara tentang kesalahan yang anak buat. Beri jeda waktu selama beberapa menit sehingga emosi mereda dan nalar kembali bekerja.
  • Fokus pada masa depan bukan masa lalu, dengan cara tidak mengungkit-ungkit kesalahan anak yang telah lalu dan memberikan solusi atas masalah yang terjadi.

Astaghfirullah… betapa banyak kaidah komunikasi produktif yang sudah saya langgar. Tapi menyesal pun sudah tak berarti, saya harus berusaha memperbaiki sikap saya di lain waktu sehingga hal ini tidak terulang lagi. Semoga Allah memberikan kekuatan agar saya dapat konsisten memperbaiki diri.

Forum komunikasi dengan suami kami lakukan setelah anak-anak tidur dan kami selesai makan malam. Obrolan saya buka dengan menceritakan perihal Si Sulung. Tentang bagaimana dia sekarang sering ‘menggemaskan’ (membuat gemas atau memancing emosi saya,hehe) dan menjadikan hari-hari kami penuh tantangan :) Suami saya kemudian hendak mengambil sebuah buku parenting dan mengatakan bahwa hal itu ada dalam buku tersebut. Belum sampai saya membaca buku yang ditunjukkan oleh suami saya, Si Adik terbangun dan ingin menyusu. Jika sudah begini, biasanya dia akan menyusu sampai lama sampai saya tertidur. Apa daya, diskusi kami harus ditunda dulu karena malam pun semakin larut, khawatir tidak kondusif. Semoga besok bisa dapat waktu yang tepat untuk menyelesaikan diskusi kami.

Alhamdulillaah….


#hari4
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip

Tidak ada komentar:

Posting Komentar