Matematika oh Matematika.... Sudah menjadi rahasia umum kalau pelajaran yang satu ini dianggap sebagai pelajaran yang sulit oleh sebagian besar orang termasuk murid-murid sekolah di segala jenjang. Saking sulitnya, saya pernah mempunyai murid yang mengalami psikosomatis (mules, pusing) ketika tiba pelajaran matematika 😆
Saya sendiri, walaupun SMA jurusan IPA dan kuliah jurusan pendidikan kimia yang tidak pernah berpisah dari yang namanya Matematika, kurang menyukai pelajaran Matematika (ups, jadi ketauan). Aneh memang, tapi ini nyata, hehehe. Sehingga saya pun berpikir, kok bisa ya saya tidak suka Matematika? Padahal saya suka ilmu alam yang mana ilmu alam ini selalu bergandengan erat dengan Matematika 😁
Akhirnya saya menemukan setitik pencerahan dari pertanyaan saya tersebut setelah saya menjadi guru. Kemungkinan orang menganggap Matematika itu sulit, menyeramkan dan membuat galau karena Matematika hanya diperkenalkan sebagai pelajaran, sebatas dipelajari di sekolah atau di tempat les saja. Padahal jika dicermati, kita selalu bersentuhan dengan Matematika, setiap hari, setiap saat, setiap waktu. Kalau tidak percaya, setiap saat kita lihat dan membaca waktu melalui jam. Atau menghitung jumlah uang yang harus kita bayarkan ketika berbelanja. Belum lagi ketika berjalan-jalan banyak sekali bentuk geometri yang kita temukan di sekitar kita. See, Math is everywhere! Hanya mungkin karena selama ini pikiran kita terkotakkan bahwa Matematika itu hanya pelajaran, bukan 'tool' yang perlu kita miliki untuk membantu kita dalam kehidupan sehari-hari, maka pikiran kita sudah 'njelimet' dan minder duluan ketika mendengar kata 'Matematika'.
Nah, bagaimana agar anak-anak suka dengan Matematika? Sebelum suka, tentu harus kenal dulu. Betul tidak? Maka sebaiknya anak dikenalkan dulu dengan sesuatu yang berhubungan dengan Matematika. Tidak perlu lah kita kenalkan dengan konsep-konsep yang 'njelimet' dulu. Bisa dimulai dengan yang paling sederhana seperti angka, bentuk-bentuk bangun dasar (geometri) seperti lingkaran, persegi, persegi panjang, segitiga, konsep perbandingan seperti besar-kecil, banyak-sedikit, tinggi-pendek, dan lain-lain. Karena dunia anak adalah dunia bermain, maka hal-hal sederhana ini dapat diperkenalkan saat anak sedang bermain sehingga anak tidak merasa sedang belajar sesuatu padahal sebenarnya Ia sedang mempelajari dasar dari suatu ilmu yang biasanya disebut sebagai 'The Queen of Science'.
Hasna termasuk anak yang belum suka diatur terutama dalam hal jadwal, sama seperti adiknya. Mereka masih senang bermain sekehendak hatinya sehingga emaknya ini harus pintar-pintar melihat peluang kapan pengenalan Matematika dasar bisa dimasukkan ke sela-sela permainannya 😁 Dua hari yang lalu, Hasna membantu saya membereskan uang receh yang akan ditabung ke bank. Uang receh ini adalah hasil menabung Hasna selama sekitar setahun. Karena recehannya sudah rapi, sudah dipisah-pisahkan antara seratusan, lima ratusan dan seribuan serta sudah diikat dengan selotape (trims Abah,sudah membuat semuanya rapi jali 😘), maka saya dan Hasna tinggal menghitung jumlahnya.
Karena Hasna ingin membantu, maka saya minta Hasna untuk menghitung uang lima ratusan. Karena ada belasan kumpulan uang lima ratus, sedangkan Hasna baru bisa menghitung sampai sepuluh, maka saya mulai mengenalkan angka belasan, sampai lima belas. Selain itu, karena terdapat kumpulan uang lima ratusan yang berbeda, ada 1 kumpulan uang lima ratusan berwarna kuning sedangkan sisanya berwarna putih,yang menyebabkan tingginya tidak sama, maka saya perkenalkan juga perbedaan tinggi dan pendek.
Hasna terlihat antusias dan saya perhatikan dia sudah dapat membandingkan sesuatu, mana yang lebih tinggi, mana yang lebih pendek, mana yang memiliki tinggi yang sama. Semoga ke depannya saya bisa tetap memfasilitasi anak-anak untuk mengenal Matematika dengan cara yang menyenangkan 😊
#Tantangan10Hari
#Level6
#KuliahBunSayIIP
#ILoveMath
#MathAroundUs
Tidak ada komentar:
Posting Komentar